...GCG : untuk Indonesia Lebih Baik.....Membangun Indonesia dengan GCG....

Senin, 11 Oktober 2010

IMPLEMENTASI GCG DALAM KEBIJAKAN HADIAH

(Tulisan telah dimuat di Harian Bisnis Indonesia, Kamis 2 September 2010)
 Oleh: Mohamad Fajri M.P
          ( Head of Good Corporate Governance PT Elnusa Tbk.)

Seiring dengan semakin dekatnya hari raya Idul Fitri 1431 H, terdapat praktik yang kelihatannya sepele namun jika didiamkan memiliki dampak cukup dahsyat. Praktik itu adalah pemberian hadiah/hiburan dalam bentuk parcel dan hal-hal lainnya. Biasanya, banyak parcel yang berdatangan kepada individu-individu perusahaan yang memiliki posisi strategis. Selain parcel, kadang kala terdapat pemberian hadiah maupun hiburan dalam bentuk lain, seperti voucher belanja, tiket golf, maupun uang tunai bagi individu-individu tersebut. Salah satu kawan penulis menceritakan bahwa ketika ia di bagian procurement suatu perusahaan, ada vendor yang mengirimkan kartu lebaran. Ketika dibuka, ternyata isinya tidak hanya kartu lebaran saja, namun terdapat beberapa lembar lainnya.

Dalam kaitannya dengan implementasi GCG, pemberian hadiah dan hiburan perlu diatur sedemikian rupa. GCG tidak ingin menghalangi pemberian dan penerimaan hadiah dan hiburan untuk keperluan menjaga hubungan bisnis, namun demikian, jika tidak diatur, dapat berpengaruh terhadap pelaksanaan pengambilan keputusan di perusahaan.

Selasa, 31 Agustus 2010

Merubah Budaya BUMN: Komitmen Menjalankan GCG


Oleh: Zainul Arifin
         (Partner MUC Consulting)

Tujuan awal mendirikan perusahaan negara dan nasionalisasi menurut Bung Karno adalah untuk mendorong perekonomian nasional. Secara historis, Indonesia mewarisi sekitar 600 perusahaan asing hasil dari sitaan atau nasionalisasi kepemilikan dari penjajah (belanda) mencakup perusahaan di bidang pertambangan, bisnis perdagangan, perbankan, asuransi, komunikasi dan konstruksi. Restrukturisasi pertama pada BUMN dilakukan dan menghasilkan 233 perusahaan BUMN.

Dalam perjalanannya, BUMN beroperasi dengan dukungan fasilitas penuh baik dari aspek modal, perlakuan maupun sektoral. Masyarakat sangat berharap mendapatkan manfaat dari keberadaan BUMN. Namun akibat dominannya peran negara menjadikan BUMN sebagai kepanjangan tangan penguasa yang sarat kepentingan politik. Sehingga menjadikan salah satu sebab mengapa BUMN tidak bisa berkembang sebagaimana layaknya badan usaha.

Menyehatkan BUMD Dengan GCG

Bisnis Indonesia, Rabu, 23 Juli 2008

Oleh Tirmidzi Taridi
         (Direktur MUC Consulting Group, Jakarta)

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperkirakan penerimaan berupa laba usaha daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah tahun ini hanya Rp 161,7 miliar dari target Rp 170,9 miliar (Bisnis, 15 Juli 2008).

Dari 20 perusahaan milik Pemprov DKI, hanya beberapa perusahaan yang memberikan kontribusi pada Pemprov seperti Bank DKI, PT Pembangunan Jaya Ancol, PD Pasar Jaya, dan PT Jakarta Propertindo. Apakah ini fenomena yang umum terjadi di semua BUMD di seluruh Indonesia?

Dibandingkan dengan BUMN yang sama-sama dimiliki oleh pemerintah, prestasi yang mampu dicatat oleh BUMD-BUMD di seluruh Indonesia memang relatif ketinggalan. Dalam berbagai survei penilaian perusahaan misalnya dari sisi best brand, customer satisfaction, service excellent, good corporate governance, hampir tidak pernah dijumpai perusahaan-perusahaan milih Pemprov tersebut yang bisa menembus daftar 10 besar.

Sementara itu, banyak BUMN-BUMN yang dahulu sering dianggap dikelola dengan tidak profesional, dalam beberapa tahun terakhir ini, mampu bertengger dan bertahan di urutan puncak.